Penyakit itu bernama Wahan
Dalam sebuah haditsnya Rasulullah SAW pernah memprediksi
bahwa umat ini suatu ketika akan menjadi bagaikan “buih” di tengah lautan.
Terombang-ambing seiring tiupan angin yang berlalu.
Di hadits yang lain disebutkan bahwa suatu masa umat ini
akan menjadi bagaikan “sepotong daging” (lezat) yang diperebutkan oleh
anjing-anjing (yang kelaparan).
Di hadits pertama para sahabat bertanya: “Apakah ketika itu
kita sedikit (minoritas) ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: bahkan kalian ketika
itu banyak (mayoritas). Tapi saat itu kalian dihinggapi penyakit “wahan”.
Sahabat kembali bertanya: “apa itu wahan ya Rasulullah?”. Baginda Rasul
menjawab: cinta dunia dan benci (takut) mati”.
Informasi yang disampaikan oleh Rasulullah di atas terasa
semakin nyata ketika kita mau dan berani membuka mata kesadaran bahwa umat ini
memang sedang dihinggapi penyakit itu. Penyakit yang terindikasi oleh tendensi
“materialistik” dengan mengabaikan nilai-nilai ukhrawi (spiritualitas).
Ketika Rasulullah menjawab tentang apa itu wahan
sesungguhnya beliau tidak memberikan arti kata maupun defenisi dari kata itu.
Justru yang beliau sampaikan adalah indikator atau penyebab terjadinya
penyakit wahan itu. Seolah beliau ingin menyampaikan bahwa terjadinya penyakit
wahan ini disebabkan oleh “حب الدنيا وكراهية الموت" (cinta dunia, takut
mati)”.
Cinta dunia adalah penggambaran situasi kejiwaan (mental
state) manusia yang sangat terkungkung oleh tendensi duniawi. Penyebutan cinta
dunia ini merupakan penggambaran dari
cara pandang kehidupan manusia yang materialis dan bersifat sementara.
Dalam bahasa kininya “cinta dunia” ini lebih dikenal dengan
cara pandang atau konsep hidup yang materialis. Pahamnya dikenal dengan
materialisme. Prilakunya dikenal dengan materislistik. Dalam bahasa Arab lebih
dikenal dengan “المادية” atau cara pandang kehidupan yang dibatasi oleh hal-hal
yang bersifat fisikal.
Dengan demikian peringatan Rasulullah SAW tentang penyebab
penyakit tadi sesungguhnya ada pada konsep kehidupan manusia yang saat ini
telah mendominasi dunia, hampir tanpa kecuali. Paham materialisme seolah
menjadi “diin” (jalan hidup) yang menguasai dunia. Dan umat ini telah
terpenjara di dalam paham itu.
Untuk itu, dengan sendirinya sudah pasti penyakit wahan itu
menjadi penyakit kronis yang menimpa umat ini. Penyakit yang menjadikannya
tidak memiliki posisi (stand) yang jelas dan tegas dalam merespon berbagai
pergerakan global masa kini.
Jika kita lihat lebih dekat lagi, sebenarnya kata “wahan”
itu memiliki koneksi dengan kata “kehinaan” (hinatun). Kata ini juga memiliki
konotasi yang dekat dengan kata “hayyin” (هين) yang bermakna lemah (tidak
memiliki sofistikasi).
Saya tidak bermaksud menggali derivasi kata ini. Tapi
intinya adalah bahwa umat ini sejak masa Rasulullah SAW telah diprediksi akan
menderita penyakit wahan. Dan wahan dapat dimaknai sebagai kehinaan, rendah
diri, atau situasi di mana umat ini kehilangan “izzah” (kemuliaan).
Diakui atau tidak, sadar atau tidak, kehinaan demi kehinaan
telah menyelimuti kehidupan umat ini. Dan itu terjadi hampir dalam semua lini
kehidupan. Di bidang perekonomian umat tertinggal bahkan sering jadi sapi
perahan. Secara militer jadi obyek dagang dan uji coba peralatan militer dunia.
Secara ilmu dan tekonologi sangat terbelakang. Secara politik seringkali jadi
mainan dunia global dan kekuatan dunia. Bahkan secara sosial budaya jadi obyek
kapitalisasi budaya orang lain.
Dan semua itu terjadi karena cinta dunia tanpa kontrol
(materialisme) yang mengakibatkan hilangnya harga diri (kemuliaan). Tanpa harga
diri dan perasaan mulia dengan agama ini umat tidak akan punya pegangan yang
kuat (العروة الوثقي). Akibatnya umat hanya akan terbawa arus kekuatan dunia
sesuai keinginan dan kepentingan mereka.
Masanya membuka mata!
NYC Subway, 2 Nopember 2022
* Presiden Nusantara Foundation